.

.

Selasa, 29 Desember 2009

Belajar Dari Kupu-Kupu

Seseorang menemukan kepompong kupu-kupu. Suatu hari dia melihat lubang kecil muncul pada kepompong tersebut. Dia duduk mengamati beberapa jam calon kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang itu memutuskan untuk membantunya. Dia mengambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu.

Kupu-kupu itupun keluar dengan mudahnya, namun tubuhnya kembung dan kecil dengan sayap-sayap yang mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa pada suatu saat sayap-sayap tersebut akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuh kupu-kupu tersebut, yang mungkin akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Tetapi semuanya tak pernah terjadi.Kenyataanya kupu-kupu itu malah menghabiskan seluruh waktunya untuk merangkak dengan tubuh kembung dan sayap-sayap yang mengkerut.Dia tidak pernah bisa terbang.

Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan oleh kupu-kupu untuk melewati lubang kecil itu ternyata adalah jalan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian rupa, sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.


Kadang-kadang perjuangan adalah sesuatu yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan mungkin itu justru akan melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya yang dibutuhkan untuk menopang cita-cita dan harapan yang kita inginkan. Kita mungkin tidak akan pernah “terbang”.

Sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kita memohon kekuatan, tetapi Tuhan memberikan kesulitan-kesulitan untuk membuat kita tegar. Kita memohon kebijakan,tetapi Tuhan memberikan berbagai persoalan hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana. Kita memohon kemakmuran, tetapi Tuhan memberi kita otak dan tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya untuk mencapai kemakmuran. Kita memohon keteguhan hati, tetapi Tuhan memberi bencana dan bahaya untuk diatasi. Kita memohon cinta, tetapi Tuhan memberi kita orang-orang bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai. Kita memohon kemurahan dan kebaikan, tetapi Tuhan memberi kesempatan-kesempatan yang silih berganti.

Begitulah cara Tuhan membimbing kita. Kadang Ia tidak memberikan yang kita minta, tapi yang pasti memberikan yang terbaik untuk kita. Kebanyakan kita tidak mengerti atau mengenal, bahkan tidak mau menerima rencanaNya. Padahal justru itulah yang terbaik untuk kita. Tetaplah berjuang dan berusaha. Jika itu yang terbaik, maka pasti Tuhan akan memberikannya untuk kita.


sumber : daunlontar.com

Senin, 28 Desember 2009

Cerita perenungan

Satu hal yang akan selalu dinantikan oleh kita...
Tuk merenungkan indahnya malam pertama...

Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawi semata...
Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam Dan Hawa....
Justru malam pertama perkawinan kita dengan Sang Maut....
Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara....
Hari itu...
mempelai sangat dimanjakan.. .
Mandipun...harus dimandikan.. .
Seluruh badan Kita terbuka....
Tak Ada sehelai benangpun menutupinya. .
Tak Ada sedikitpun rasa malu...
Seluruh badan digosok dan dibersihkan. ..
Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan. ..
Bahkan lubang - lubang itupun ditutupi kapas putih...
Itulah sosok Kita....
Itulah jasad Kita waktu itu....
Setelah dimandikan.. .,
Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih....
Kain itu ....
jarang orang memakainya..
Karena bermerk sangat terkenal bernama Kafan...
Wewangian ditaburkan ke baju Kita...
Bagian kepala.., badan. ..,
Dan kaki diikatkan...
Tataplah.... tataplah. ..
itulah wajah Kita saat itu....
Keranda pelaminan langsung disiapkan...
Pengantin bersanding sendirian... .
Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga...
Menuju istana keabadian...
sebagai simbol asal usul Kita.... Diiringi langkah gontai seluruh keluarga....
Serta rasa haru para handai taulan....
Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah Dzikir....
Akad nikahnya bacaan talkin...
Berwalikan liang lahat..
Saksi - saksinya nisan-nisan. .
yang tlah menetap terlebih dulu...
Taburan berbagai rupa bunga....
Dan Siraman air mawar..
Menjadi pengantar akhir kerinduan... .
Dan akhirnya.... .
Tiba masa pengantin menunggu... Dan ditinggal sendirian...
Tuk mempertanggungjawab kan seluruh langkah kehidupan...
Dan inilah saatnya....
Malam pertama bersama KEKASIH..
Ditemani rayap - rayap...
Dan cacing tanah...
Di kamar bertilamkan tanah..
Dan ketika 7 langkah tlah pergi....
Datangkah tamu pertama....
Cahaya yang mengucapkan selamat datang...
Yang menanyakan sejarah kehidupan...
itulah tugas sang Malaikat...
Kita tak tahu....
Apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...
Ataukah Kita kan memperoleh Siksa Kubur.....
Kita tak tahu...
Dan tak seorangpun yang tahu....
Tapi anehnya....
Kita tak pernah galau dan khawatir... ..
Padahal kita tak tahu....
Nikmat atau siksa yang kan kita terima....
Kita sungkan sekali meneteskan air mata....
Seolah barang berharga yang sangat mahal...
Dan Dia.....
Kekasih itu..
Menetapkanmu ke syurga..
Atau melemparkan dirimu ke neraka..
Tentunya Kita berharap menjadi ahli syurga...
Tapi....tapi .....
sudah pantaskah sikap kita selama ini...
Untuk disebut sebagai ahli syurga

Baca jika anda ada masa /waktu untuk ALLAH.
Bacalah hingga habis....

Saya hampir membuang artikel ini, namun saya telah diberi anugerah untuk
membaca terus hingga ke akhir.

ALLAH....,
bila saya membaca artikel ini...,
saya pikir saya tidak ada waktu untuk ini....
Lebih lebih lagi diwaktu kerja....
Kemudian saya tersadar....
bahwa pemikiran semacam inilah yang sebenarnya.. ..,
menimbulkan pelbagai masalah di dunia ini....
Kita coba menyimpan ALLAH didalam MASJID pada hari Jum'at......
Atau Mungkin malam JUM'AT?
Atau sewaktu solat MAGRIB SAJA?
Kita suka ALLAH pada masa kita sakit....
Dan sudah pasti waktu ada kematian...
Walau bagaimanapun. ..
Seringkali kita tidak ada waktu atau ruang untuk ALLAH.....
waktu kita habis untuk bekerja atau bermain?
Karena...
Kita merasakan diwaktu itu kita mampu dan sewajarnya mengurus diri sendiri....
tanpa bergantung pada-NYA.
Semoga ALLAH mengampuni aku...
karena menyangka...
...Bahwa nun di sana .....
masih ada tempat dan waktu... dimana ALLAH bukan lah yang paling utama
dalam hidup kita... (nauzubillah)
Kita sepatutnya senantiasa mengenang akan segala yang telah DIA
berikan kepada kita.....
DIA telah memberikan segala-galanya kepada kita.....
sebelum kita meminta.....
ALLAH
Dia adalah sumber kewujudanku. .. dan Penyelamatku. ...
IA lah yang mengerakkan ku setiap hari dan setiap detik ...
Tanpa NYA aku adalah AMPAS yang tak berguna....

Kenapa susah sekali menyampaikan kebenaran... . .
Kenapa mengantuk dalam MASJID tetapi ketika selesai ceramah kita segar
kembali....

Kenapa mudah sekali membuang artikel siraman rohani....
tetapi kita bangga mem'forward' kan email yang tak senonoh...

Hadiah yang paling istimewa yang pernah kita terima...
....adalah ...AKAL
AKAL adalah anugrah yang terbaik....
AKAL adalah cerminan hidup kita..
Dengan AKAL kita tahu mana yang baik dan mana yang buruk...
Dengan AKAL lah kita akan berpikir dari mana asal kita dan kemana
tujuan kita.....
Dengan AKAL lah kita mempunyai keyakinan akan IMAN kita kepada ALLAH.....
Tidak kah lucu betapa mudahnya bagi manusia TIDAK Beriman PADA ALLAH...
setelah itu heran kenapakah dunia ini menjadi neraka bagi mereka.....

Tidakkah lucu bila seseorang berkata
'AKU BERIMAN PADA ALLAH'
TETAPI....
SENTIASA MENGIKUTI AJAKAN SYAITAN....

Tidakkah lucu bagaimana anda mampu mengirim ribuan email lawak...
yang akhirnya tersebar bagai api yang tidak terkendali.. .,
tetapi bila anda mengirim email mengenai petunjuk ALLAH..
Anda, akan berpikir 100 kali...

Tidakkah mengherankan. .. bagaimana bila anda mulai mengirim pesan ini...
anda tidak akan mengirim kepada semua rekan anda...
karena memikirkan tanggapan mereka terhadap anda ....
atau anda tak pasti apakah mereka suka atau tidak...

Tidakkah mengherankan. .. bagaimana anda merasa sangat risau akan
tanggapan orang kepada anda....
lebih dari tanggapan ALLAH terhadap anda....

Aku berDOA , untuk semua yang mengirim pesan ini dan kepada semua
rekan mereka ....
Semoga ALLAH memberkati mereka dengan RAHMAT dan KARUNIA-NYA

Amien.... ya Robbal Alamien ...

di ambil dari:
http://cahyasunandar-cahya.blogspot.com/2009/01/indahnya-malam-pengantin.html

Minggu, 13 Desember 2009

Microsoft Bloggership 2010

HOREE.. AKHIRNYA SMA Q ADA WIFINYA..
Perkembangan teknologi internet dari tahun ke tahun semakin pesat. Akses informasi dan tukar informasi semakin lancar, hingga menghilangkan batas jarak dan waktu.

Perkembangan teknologi internet memang sudah tidak bisa dibendung lagi..
Sebagai suatu produk hasil olah pikir manusia teknologi internet mempunyai akibat positif dan negatif.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan adanya internet dapat merusak moral peserta didik karena peserta didik bisa memperoleh akses data, foto, video dan lain-lain yang itu belum sesuai dengan umur mereka dan cenderung berbau kerusakan atau kemerosotan moral. Namun juga tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa dengan adanya internet sangat membantu pekerjaan, mempermudah memperoleh materi yang berkualitas, mudah bertukar pikiran dan lain sebagainya.

kembali lagi peda manfaat internet bagi pendidikan..
kali ini saya akan membatasi tulisan ini dari sisi akibat positif (manfaat) dari adanya internet.

3 tahun lalu tepatnya waktu saya masih baru menginjak SMA saya baru dikenalkan apa yang namanya internet oleh salah satu teman saya. pada awalnya memang saya tidak tau apa-apa namun lama-kelamaan saya menjadi terbiasa dengan yang namanya internet. jujur pada saat pertamakali menggunakannya saya sudah berpikiran hal-hal yang negatif tentang internet. Namun saya kembali berpikiran kalau itu mampu membantu saya dalam hal yang baik mengapa tidak dicoba dulu?
Berawal dari situ mengingat teknologi internet semakin berkembang akhirnya SMA saya membuat laboratorium komputer yang di dalamnya dilengkapi fasilitas internet, pada mulanya ruang ini selalu sepi, hanya siswa itu-itu saja yang mengisi ruang tersebut namun lama-kelamaan menjadi ramai seiring dengan pelajaran khusus mengenai internet ditambahkan.

Perkembangan yang lebih pesat baru saja saya terima satu minggu yang lalu, ternyata SMAku tercinta sudah memiliki areal hot-spot (wifi). semenjak itu saya menjadi optimistis bahwa pendidikan di SMA saya semakin berkualitas.

Beberapa catatan dari saya terkait pemasangan wifi di SMA saya yaitu:
1.yang paling penting untuk mengeliminir dampak negatif adanya internet ialah dengan mem-blok situs-situs porno sehingga situs-situs semacam itu tidak dapat diakases oleh siswa.
2. Guru harus lebih kreatif dalam menciptakan suasana belajar berbasis teknologi. karena dengan adanya fasilitas internet maka guru dipermudah dalam mengakses cara, teknik yang menarik guna meningkatkan efektifitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), selain itu juga guru bisa sharing dengan guru dari SMA lain baik di dalam maupun di luar negeri.
3. Guru hendaknya mengakses semua informasi yang terkait dengan materi yang akan diberikan, sehingga guru bisa menguasai apabila ada pertanyaan dari para siswa.
4. Guru hendaknya memiliki sofskill yang lebih khususnya terkait dengan penggunaan teknologi berbasis komputer dan internet, mengingat tidak sedikit jumlah guru yang belum menguasai betul program Microsoft word dan powerpoint, yang notabene kedua program tersebut merupaka program dasar yang diperlukan oleh guru dalam mendidik para siswanya.
5. diharapkan siswa juga mencari informasi terkait dengan materi yang diberikan sehingga diskusi bisa terjadi dengan efektif dan menciptakan suasana kelas yang aktif.


Sekali lagi saya tekankan bahwa perkembangan internet tidak bisa dibendung lagi,dan sudah saatnya teknologi internet menjadi bagian yag terintegrasi dari pendidikan, mengingat dengan adanya teknologi ini akses data, informasi yang berhubungan dengan dunia pendidikan mudah didapat.

So selamat ya buwat Sekolah yang sudah ada fasilitas internetnya,
bagi yang belum ada, saya harap pemerintah setempat segera memfasilitasinya

DENGAN INTERNET MATERI KITA DI INDONESIA SAMA DENGAN DI NEGARA MAJU, SO SIAPKAN DIRI KALIAN YA TEMEN-TEMEN UNTUK BERSAING DAN MENJADIKAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MAJU.
SEMANGAT UNTUK SISWA INDONESIA..

Jumat, 11 Desember 2009

NAsib MI Ku Setelah 8 Tahun

Besar di kawasan pesantren menjadikan saya sebagai seseorang yang cenderung berkutat dengan hal yang islami. MI Raudlatul hanan adalah salah satu Madrasah yang terdapat di pondok tersebut.tidak jauh dengan madrasah yang lain MI saya juga bisa dikatakan sebagai Sekolah tertinggal, dengan sedikit koleksi buku itupun sudah lama sekali. Nampaknya apa yang dialami oleh Andrea Hirata juga saya rasakan selama mengenyam pendidikan di Madrasah ini memang nasib kami tidak sebagus dengan SD yang terletak kuranglebih 2 Km dari seko1lah kami. SD itu dilegkapi dengan komputer, arena lapangan yang luas, perpustakaan yang memadai dan fasilitas pendukung lainnya. Mungkin hal ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang tua yang memilih menyekolahkan anaknya di SD daripada di MI. Pada saat itu hanya ada 12 siswa saja seangkatan kami.
Meskipun kami kadang-kadang disindir apa itu MI ? sekolah yang tidak berkualitas. memang di sekolah kami hanya terdapat 5 guru saja dari kelas 1 sampai kelas 6.
namun semangat kami untuk mengenyam pendidikan tidaklah pudar.

dan karena sindiran itu pula saya berjuang keras untuk meraih prestasi berbagai prestasi saya mulai dari MI ini, mulai finalis debate bahasa inggris, jurara 3 cerdas cermat tingkat kecamatan.
berkat didikan dari guru kami yang dengan sabar membina dan membantu kami dalam segala aspek, sekarang saya kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di Jawa Timur dan semua itu berkat guruku yang dengan sabar menciptakan karakter pada diriku semenjak kecil.
namun setelah 8 tahuin saya meninggalkan MI ku ternyata perubahan besar juga belum terjadi di sana. ruangkelas yang dulu saya pakai masih bertahan sampai sekarang, dinding yang kotor, atap yang jebol dan air yang membanjiri ruangkelas ketika musim hujan masih terjadi sampai sekarang. dibalik sedang markanya sekolah gratis, anggaran pendidikan yang naik. Namun semua itu hanya bau harumnya saja yang sampai di sekolahku. Sekolah Dasar negeri semakin ditingkatkan namun Madrasahku tetap pada kondisinya delapan tahun lalu.
kapankah madrasah yang telah membesarkan aku akan mendapat perhatian dari pemerintah???
semoga hal ini segera terjawab.
dan semoga saya bisa mengusahakan perbaikan bagi Madrasah tercintaku yang dulu telah membesarkanku.

Kamis, 03 Desember 2009

Jual "Gorengan"

Betapa miris hati ini ketika tiba-tiba salah seorang berkata " mau beli gorengan ternyata yang jual adalah anak Sekolah Dasar, si anak berkata kalau gorengan saya gak laku saya tidak bisa sekolah kak, sambil ia membaca buku sekolahnya"
Hati siapa yang tidak luluh dengan perkataan itu....?
kalau anda tidak luluh saya harapkan anda untuk ke psikiater.

Di tengah pemerintah yang sedang gembor minta naik gaji, di tengah departemen pendidikan yang membanggakan Sekolah gratisnya ternyata masih ada yang terlewat..

Apakah ini yang dimaksud dengan "pendidikan kwirausahaan" apakah iya seorang anak (siswa SD) harus putus sekolahnya gara-gara jualannya tidak laku..

Mungkin saya, anda dan kita semua perlu merenungkan..
berapa uang yang anak tersebut dapat kalaupun gorengannya laku.
Apakah Sejuta, Dua Juta atau bahkan lebih...?
kalau kita berfikir jernih tentu uang segitu sudah menjadi uang yang begitu besar bagi siswa SD...
lalu mengapa anak sekecil itu harus berjualan...
Subhanallah..
Astaghfirullah
Ampunilah kami ya Allah..
Jangan Engkau Butakan mata kami..
Jangan Engkau keraskan hati kami, keluarga kami, dan pemerintah di atas sana..

Wahai para pemimpin, wahai para konglomerat, wahai masyarakat semua..
Janganlah engkau selalu menengadahkan pandanganmu ke atas...
Atau kalau memang lehermu sudah tidak bisa untuk menghadap lagi..
Bukankah engaku dilebihkan dari mereka..
Bukankah engakau lebih di untungkan dari mereka..
Lihatlah ketika engkau tertidur lelap, ketika engkau berpesta pora, Siswa SD itu sudah kesana kemari menawarkan dagangannya..

Rekan-rekan Mahasiswa Semua jangan engkau sibuk dengan urusanmu sendiri..
mencari tugas kesana-kemari..
melamar kerja kesan-kemari..

Mari bersama-sama kita bangun negeri ini...
Sungguh tiada kata terlambat untuk melakukan kebajikan..
"FastabiqulKhoirot"

Bagi yang hanya bisa berceloteh.. hati-hatilah kalau bicara karena suatu saat
mulutmu akan di bungkam rapat-rapat.


Nb: minta maaf bagi yang tersinggung, tiada maksud sedikitpun untuk menyinggung, tapai saya hanya mau mengajak, mencermati bahwa di sekitar kita masih benyak orang-orang yang memerlukan peran aktif kita.
wassalam


by: Pendi

Selasa, 01 Desember 2009

Mahalnya Biaya Pendidikan di Indonesia

Setelah menunggu pengumuman kelulusan SD, SMP, dan SLTA, kini orang tua dan adik-adik kita dihadapkan pada seleksi masuk sekolah atau perguruan tinggi. Ujian seleksi emang sangat ketat tetapi tidak semenakutkan UNAS kemarin. Atau paling tidak ada pilihan untuk memilih sekolah yang sesuai. Ternyata yang menjadi hambatan adalah mahalnya biaya pendidikan.

Bukankah sekolah gratis? Kok dibilang mahal sih? Betul, sekolah SD dan SMP gratis SPP. Tapi bagaimana biaya sekolah SMA dan perguruan tinggi. Sebagai contoh ada SMA Negeri kabupaten di Jawa Tengah yang pada tahun ini uang pangkal Rp 3juta-Rp 5juta ditambah SPP Rp 250.000,-/bulan atau Rp 1,5 juta/semester (6 bulan). Bayangkan petani atau tukang becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya ke SMA tersebut. Mau menjual ternak atau sawah? Itu tidak mungkin karena barang tersebut adalah sumber penghidupan. Akhirnya biarpun nilai bagus tapi akhirnya harus gigit jari.

Demikian halnya sekolah di perguruan tinggi tak kalah mahalnya. Terutama PTN yang telah berubah status menjadi BHMN atau BHP akhirnya untuk pendanaan dibebankan kepada mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya semesteran. Sebagai contoh UI, beberapa tahun yang lalu di UI sekitar 2juta-an. Kini uang untuk kuliah di teknik UI uang pangkal Rp 25 jt, dan semesteran Rp 7,6jt. Untuk ukuran uang berduit di Jakarta itu wajar, tetapi untuk orang kampung yang ingin kuliah di UI sudah takut duluan. Ini karena UI sudah menjadi BHMN yang mana UI memerlukan biaya operasional tambahan karena subsidi negara dikurangi. Nah bagaimana PTN-PTN di daerah bila kelak juga berubah menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP)? Bagiamana nasib anak orang miskin, anak petani, anak nelayan, anak buruh. Bukankah mereka juga berhak mngenyam pendidikan tinggi. Apa mereka hanya berhak sekolah sampai SMP saja? Atau mereka hanya berhak kuliah di sekolah-sekolah atau kampus “pinggiran”. Apakah mereka tak pantas untuk sekolah di UI, ITB, UGM? Lantas dimana bagimana amanat pembukaan UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau yang berhak cerdas hanya mereka yang kaya saja. Yang miskin biar tetap bodoh dan miskin.

Ini sebuah ironi. Anggaran pendidikan dinaikkan, tetapi biaya untuk mengakses pendidikan semakin mahal. Saya secara pribadi menyedihkan kejadian ini. Tulisan ini diilhami kejadian nyata yang terjadi di negeri ini. Semoga dapat menjadi pemikiran bagi pemimpin bangsa yang sebentar lagi kita pilih. Mendapatkan kesempatan pendidikan adalah hak semua warga negara.

Bukankah negara ini didirikan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyatnya?

Masmus™
kredit: foto (http://kustejo.files.wordpress.com)
sumber:http://mas.mus.web.id/2009/07/mahalnya-biaya-pendidikan/

Metode Sekolah Alam Islami Karya Pendi DKK

ABSTRAKSI
Salah satu yang menjadi amanah besar dalam undang-undang 1945 ialah mencerdaskan anak bangsa. Bahkan hal tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah terus berupaya keras untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebuah fenomena yang sudah tidak asing terjadi dalam dunia pendidikan, mengisyaratkan bahwa telah terjadi degradasi moral, tayangan Televisi, kupasan media cetak, berita di dalam internet marak dengan berita-berita tentang sikap-sikap negatif, seperti tidak menghargai, dan menghormati kepada para guru-guru, bahkan sampai terjadi perkelaian, tawuran, pelecehan, pemerkosaan dan juga pembunuhan yang dilakukan oleh peserta didik di jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) di berbagai kota besar di negara ini. Hal ini merupakan indikasi merosotnya moralitas yang mestinya dijunjung tinggi demi terwujudnya manusia yang bermoral.
Dalam rangka untuk memperbaiki sumberdaya manusia Indonesia dan menciptakan manusia Indonesia yang seutuhnya, maka perlu kiranya pembenahan moral peserta didik. Oleh karenanya perlu suatu terobosan dalam hal memberikan, menanamkan serta memperbaiki moral serta nilai-nilai sosial kemasyarakatan peserta didik. Salah satu alternatif metode dalam melakukan peningkatan nilai-nilai tersebut ialah dengan SALAMI (Sekolah Alam Islami). Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui komponen pengembangan metode SALAMI (Sekolah Alam Islami) dan teknis pelaksanaan metode SALAMI.
Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus.
Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia salih yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Sistem pendidikan yang mengedepankan aspek Intelektualitas dan Profesionalitas hanya mampu menciptakan manusia yang tinggi secara akademis namun lemah dalam hal spiritual.
Sekolah Alam Islami adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa didiknya dengan pendidikan berdasar pada ajaran agama islam. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar lebih banyak menggunakan aktif atau action learning dimana anak belajar melalui pengalaman. Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif.
Komponen dalam Sekolah Alam Islami ialah alam sebagai media utama, guru dan atau pendamping sebagai fasilitator, dan peserta didik sebagi subjek Sekolah Alam Islami. Teknis pengembangan Sekolah Alam Islami meliputi metode pembelajaran dan kegiatan pendidikan. Dimana dalam pengembangan Sekolah Alam Islami terdapat 5 zona yaitu Zona Pembelajaran anak, zona religi, zona kreatifitas dan pengembangan diri anak (self empowering), zona agrokompleks dan zona bermain anak. Prinsip Pendekatan Pembelajaran yang digunakan yaitu meliputi prinsip- prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, Bermain Sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain, Pendekatan Tematik, Kreatif dan inovatif, Lingkungan Kondusif dan pengembangan kecakapan hidup.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru

Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial.
Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat
bersosialisasi dengan baik.Mereka harus
(1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme, (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan
yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
Di samping itu, mereka juga harus (4) mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan
tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya, (7) memiliki kesempatan untuk
mengembangkan profesinya secara berkelanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
profesionalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU tentang Guru dan Dosen).
Di
lapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar
belakang pendidikan yang dimilikinya.
(2) Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang guru selain terampil
mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Hal itu
terindikasi dengan minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan
guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dsb.
Profesionalisme dalam pendidikan perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang yang memiliki insting
pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu
bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan
atau role model.
Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus
mengambil langkah. Salah
satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi "penganggur terhormat",
dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal).
(4) Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun" manusia muda dengan penuh
percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.
Diterbitkan di: Maret 17, 2008
Link yang relevan :

* http://beta.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=9232
diambil dari
http://id.shvoong.com/social-sciences/1785829-upaya-meningkatkan-profesionalisme-guru/

Banyak Anak Putus Sekolah Karena Bekerja

JAKARTA, KOMPAS.COM - Hasil studi tentang pekerja anak yang dilakukan di lima wilayah Indonesia yaitu Sulawesi Selatan, NTT, Maluku, dan Papua Barat menunjukkan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun terlibat berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, mental, dan seksual.

Temuan tersebut diungkap Unifah Rohsidih, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) saat jumpa pers di gedung Guru Jakarta, Sabtu ( 13/6 ), yang merupakan hasil kerja sama dengan International Labour Organization (ILO).

Unifah mengatakan, awalnya pekerja anak tersebut hanya untuk membantu perekonomian orangtua, tetapi lama kelamaan banyak anak yang terjebak sebagai pekerja permanen. "Mereka akhirnya menikmati hasil pendapatan dan berakibat anak lebih sering bolos sekolah dan kemudian drop out ," ungkapnya.

Selain itu, kata Unifah, krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadikan orangtua mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan untuk bersekolah. Akibatnya, memperbanyak anak perempuan tidak bersekolah, buta huruf atau drop out di pendidikan dasar. "Selanjutnya mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh tani dan kebun, buruh serabutan dan ada yang terlibat prostitusi," lontarnya.

Temuan lain, lanjutnya, anak-anak hingga usia 12 tahun belum berkesempatan sekolah dasar, dan PGRI provinsi telah memberikan beasiswa serta juga meminta pihak sekolah agar membebaskan dari segala pungutan.

Temuan selanjutnya, anak bekerja dalam berbagai pekerjaan mulai dari pemulung, penjual koran, petugas parkir liar, pemilah sampah TPA, buruh petani dan perkebunan, pengemis, pembantu rumah tangga, pelayan toko dan restoran, pendorong gerobak di pelabuhan dan pasar, penjual platik di pasar, kuli angkut, penyelam mutiara dan ikan teripang di laut tanpa peralatan, kernet, nelayan, buruh bangunan, penjual sayur, dan menyemir.

"Lama kerja anak-anak bervariasi antara empat sampai sembilan jam. Pagi hari kerja pukul 6.00-11.00 . Siang mereka sekolah. Sore hari kerja jam 16.00-19.00 . Pendapatan bervariasi antara Rp 7 ribu sampai Rp 20 ribu perhari, atau antara Rp 35 ribu sampai Rp 100 ribu per minggu," ungkapnya.



Langkah untuk mengatasi



Unifah mengatakan, berdasarkan temuan tersebut, PGRI mendesak agar pemerintah, pemda, dan departemen terkait untuk melakukan tindakan nyata agar anak-anak dilindungi dan diwajibkan untuk sekolah. "Selama ini wajib belajar hanya imbauan dan tidak diwajibkan," tegasnya.

Selain itu, pemerintah mengalokasikan 20 persen APBN dan APBD untuk pendidikan serta mengentaskan wajib belajar 12 tahun secara merata dan bermutu. "Kalangan pengusaha, pengrajin, dan orangtua untuk tidak mempekerjakan anak berusia di bawah 15 tahun," ucap Unifah.

Orang tua, lanjutnya, harus memberikan kesempatan yang sama dan tidak membeda-bedakan antara hak anak laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses pendidikan. Selain itu, para pengambil keputusan bidang pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dan para guru untuk menekankan pentingnya pembelajaran yang menarik, menyenangkan, inspiratif. "Agar anak-anak senang belajar dan dapat menarik anak yang bekerja agar kembali ke sekolah," kata Unifah.

12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah

155.965 anak berkeliaran di jalan. Sekitar 2,1 juta menjadi pekerja di bawah umur. Mereka sasaran empuk perdagangan anak.

Oleh : Robert Manurung

SETELAH membaca artikel ini, Anda pasti merasa sangat beruntung, dan mendapat alasan baru untuk mensyukuri kemujuran hidup Anda. Tapi sebaliknya Anda pun bisa dihinggapi rasa bersalah; prihatin dan cemas.

Tentu, kita semua sangat beruntung karena setidak-tidaknya telah menyelesaikan pendidikan SMA, bahkan sebagian besar di antara kita sudah bergelar sarjana. Bandingkanlah dengan nasib apes anak-anak di sekeliling kita; yang terpaksa putus sekolah karena orangtua tak mampu lagi membiayai; lalu menjalani hari-hari yang hampa dan menatap masa depan dengan rasa gamang.

Pernahkah Anda bayangkan bahwa jumlah anak putus sekolah di negeri tercinta ini ternyata sudah puluhan juta ? Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa. Jumlah itu pasti sudah bertambah lagi tahun ini, mengingat keadaan ekonomi nasional yang kian memburuk.

Ternyata, peningkatan jumlah anak putus sekolah di Indonesia sangat mengerikan. Lihatlah, pada tahun 2006 jumlahnya “masih” sekitar 9,7 juta anak; namun setahun kemudian sudah bertambah sekitar 20 % menjadi 11,7 juta jiwa. Tidak ada keterangan dari Komnas PA apakah jumlah tersebut merupakan akumulasi data tahun sebelumnya, lalu ditambah dengan jumlah anak-anak yang baru saja putus sekolah. Tapi kalaupun jumlah itu bersifat kumulatif, tetap saja terasa sangat menyesakkan.

Bayangkan, gairah belajar 12 juta anak terpaksa dipadamkan. Dan 12 juta harapan yang melambung kini kandas di dataran realitas yang keras, seperti balon raksasa ditusuk secara kasar–kempes dalam sekejap. Ini bencana nasional dengan implikasi yang sangat luas, dan bahkan mengerikan!

Alangkah ironisnya jika fakta ini kita hubungkan dengan agenda nasional beberapa tahun lalu; betapa anak-anak itu dan orangtua mereka dibujuk dan dirayu melalui kampanye yang sangat masif di televisi; termasuk program populer Ayosekolah yang diprakarsai aktor Rano Karno; supaya mereka mau bersekolah. Tahu-tahu sekarang mereka harus meninggalkan bangku sekolah, dan menyaksikan pameran kemewahan di sekitarnya–yang dari hari ke hari semakin vulgar dan telanjang.

Anak-anak itu ada di sekitar kita. Mungkin beberapa di antaranya adalah anak tetangga Anda. Dan siapa tahu, salah seorang di antaranya masih kerabat Anda, tapi mungkin berada di tempat yang jauh. Yang pasti, mereka adalah tunas-tunas harapan bangsa yang besar ini

Apakah aku, Anda dan kita semua berhak untuk terus bersikap masa bodoh; berdalih bahwa itu adalah tanggungjawab pemerintah; lalu melanjutkan cara hidup kita yang boros dan selfish? Adakah yang bisa aku lakukan selain mewartakan bencana ini melalui blog ? Dan tidak adakah yang bisa Anda lakukan selain merasa prihatin sejenak, lalu meninggalkan komentar, kemudian mencari di blog lain artikel yang lebih menyenangkan dan menghibur hati Anda ?

* * *

PENDIDIKAN formal memang bukan segala-galanya. Beberapa pengusaha besar di Indonesia, misalnya konglomerat Liem Sioe Liong, cuma lulusan sekolah dasar. Tapi itu kasus yang istimewa. Dalam kenyataan yang umum, tingkat pendidikan berpengaruh mutlak terhadap peluang bekerja, posisi di bidang kerja, tingkat salary dan fasilitas yang dapat dinikmati; menentukan pula terhadap perilaku individu dalam rumah tangga, tanggung jawab sosial; dan mempengaruhi bobot independensi individu di bidang sosial-politik

Kita tidak usah menjadi ahli sosiologi kalau cuma untuk memahami konsekuensi logis dari bencana ini. Secara kasat mata saja kita sudah bisa melihat dampak langsung dari begitu besarnya angka putus sekolah di Indonesia. Pengamen cilik dan usia remaja kini bergentayangan di seluruh wilayah negeri ini. Tidak hanya di kota-kota besar, mereka hadir sampai di desa-desa dan menyebarkan kebisingan, gangguan dan kecemasan.

Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat SD tercatat 23 %. Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %. Kalau digabungkan kelompok usia pubertas, yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77 %. Dengan kata lain, jumlah anak usia remaja yang putus sekolah tahun ini tak kurang dari 8 juta orang.

Bayangkan, 8 juta remaja yang masih labil dan mencari identitas diri terpaksa putus sekolah; terpaksa meninggalkan teman-temannya yang masih terus bersekolah; dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai manusia yang gagal dan tereliminasi. Ini problem sosial yang dahsyat!

Menurut Arist Merdeka Sirait, sebagaimana diberitakan surat kabar Kompas edisi Selasa (18/3),”Dampak ikutan, anak-anak yang berkeliaran di jalan-jalan di Jakarta juga akan terus bertambah. Setelah mereka putus sekolah tentu mereka akan berupaya membantu ekonomi keluarga dengan bekerja apa pun.”

“Bekerja apapun” adalah sebuah pesan yang sangat jelas, meski sengaja disampaikan secara samar. Artinya, dalam rangka stuggle for life atau demi melanjutkan gaya hidup yang terlanjur konsumtif; bisa saja mereka menjadi pedagang asongan, pengamen, pengemis, kuli panggul, pencopet, pedagang narkoba; atau menjadi pembantu rumah tangga, kawin di usia dini atau menjadi pelacur.

* * *

MENURUT catatan Komnas PA, pada tahun 2007 sekitar 155.965 anak Indonesia hidup di jalanan. Sementara pekerja di bawah umur sekitar 2,1 juta jiwa. Anak-anak tersebut sangat rawan menjadi sasaran perdagangan anak.

Bukan cuma itu. Anak-anak yang hidup di jalanan itu juga sangat potensial disalahgunakan oleh kejahatan yang terorganisasi. Tekanan untuk bertahan hidup dan godaan untuk hidup mewah adalah dua titik lemah para remaja yang masih labil itu; sehingga mereka bisa dibujuk dengan gampang untuk melakukan tindak kriminal.

Di Brazil, di antara jutaan anak yang hidup gentayangan di jalanan, sebagian sudah menjelma menjadi monster. Cukup diberi imbalan 100 dolar, anak-anak itu bisa disuruh membunuh orang atau jadi kurir narkoba. Mereka membuat kehidupan sehari-hari di kota-kota besar semacam Rio de Janeiro dan Sao Paulo bisa berubah menjadi horor, tanpa disangka-sangka. Warga pun jadi resah, dan pemerintah kota yang kurang panjang akal dan tidak bermoral kemudian merespon kepanikan masyarakat dengan jalan pintas : anak-anak itu ditembaki dan dibunuh secara massal– pada malam hari,. ketika mereka tertidur di taman-taman kota atau di emperan-emperan toko.

Jalan pintas dan cara-cara yang tidak manusiawi dalam menanggulangi problem urbanisasi—termasuk masalah anak-anak jalanan, kini sudah banyak dipraktekkan oleh sejumlah pemda di pulau Jawa. Baru-baru ini, aparat Polisi Pamongpraja Kotamadya Serang menciduk para gelandangan di malam hari, kemudian orang-orang yang malang itu diangkut dengan kendaraan dan dibuang di wilayah Kabupaten Pandeglang. Siapa sangka, tindakan biadab seperti itu bisa dilakukan oleh aparat pemerintah di sebuah negara yang berazaskan Pancasila, di sebuah provinsi yang berambisi menyaingi Aceh sebagai Serambi Mekah ?

Inilah potret buram dunia pendidikan Indonesia hari ini. Kalau ternyata Anda tiba-tiba diliputi rasa bersalah, prihatin dan cemas setelah melihat potret jelek itu, beryukurlah, ternyata Anda masih normal dan memiliki moral yang tinggi. Dan bersyukurlah, karena bukan Anda atau kerabat dekat Anda yang hari ini terpaksa putus sekolah, sementara pemerintahan SBY-JK masih saja nekad membuat rasionalisasi untuk mengecoh masyarakat—seolah-olah perekonomian nasional sudah pulih dan bangkit.

Percayalah, SBY-JK baru akan yakin bahwa ada masalah—sebenarnya lebih tepat disebut bencana nasional, kalau cucu mereka sendiri yang putus sekolah karena tidak ada biaya. Mudah-mudahan itu tidak terjadi, karena kalau sampai terjadi kita tidak bakal sempat menyaksikannya, karena sudah keburu mati akibat kelaparan.

M E R D E K A !

UN Jangan Menjadi Penentu Kelulusan

JAKARTA, KOMPAS.com- Ujian Nasional yang diklaim pemerintah sebagai salah satu bentuk evaluasi kegiatan belajar mengajar dan upaya peningkatan mutu pendidikan sebaiknya hanya digunakan untuk memetakan mutu sekolah dan tidak menjadi penentu kelulusan siswa.

Pasalnya, pelaksanaan Ujian Nasional selama ini terbukti hanya untuk meningkatkan prestasi akademik, bukan meningkatkan mutu pendidikan.

Demikian mengemuka dalam diskusi "Ujian Nasional dan Kelalaian Pemerintah dalam Memenuhi dan Melindungi Hak Asasi Manusia", Selasa (1/12), di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Oleh karena itu, menurut Koordinator Education Forum, Elin Driana, untuk konteks Indonesia sebenarnya UN bukan kebijakan yang tepat dan strategis, karena sebenarnya penilaian ujian akhir sekolah (UAS) saja sudah memadai untuk memastikan penilaian kegiatan belajar murid. Apalagi yang tahu persis mengenai prestasi murid adalah guru di kelas.

Melalui penilaian kelas, umpan balik bisa langsung diberikan. "Tujuan penilaian kan untuk meningkatkan proses pembelajaran. Jadi, guru yang harus menjadi penentu kelulusan murid," ujarnya.

Menanggapi kemungkinan subyektivitas penilaian guru, Elin menegaskan penilaian guru sebenarnya justru lebih ampuh dalam memprediksi prestasi murid. Jika kualitas guru dianggap tidak memadahi dan tidak kompeten dalam memberikan penilaian, kata Elin, berarti ada yang salah pada pembinaan guru.

"Ya kembali pada pemerintah lagi sebagai pihak yang bertanggungjawab. Kalau khawatir guru mengatrol nilai murid kan ada yang menilai seperti masyarakat, dunia kerja, dan perguruan tinggi," ujarnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno juga mengusulkan agar fungsi evaluasi dikembalikan kepada sekolah, karena evaluasi pendidikan adalah ranah akademik, bukan ranah birokrasi. Kalau mau meningkatkan mutu pendidikan, kuncinya di guru.

"Supaya sekolah dipercaya, pemerintah harus mendidik guru-guru menjadi berkualitas dan profesional," kata Hadi.

Lapor ke PBB

Hadi berharap, pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) dengan meniadakan UN pada tahun 2010 sampai ada konsolidasi menyeluruh dengan menciptakan sistem evaluasi yang lebih baik. "Jangan ada lagi pembangkangan oleh negara terhadap putusan pengadilan karena akan menjadi contoh negatif bagi generasi muda," ujarnya.

Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat mendesak UN untuk dihentikan karena pemerintah belum memperbaiki sarana prasarana pendidikan, meningkatkan kualitas guru, dan membangun akses informasi ke daerah. Padahal putusan pengadilan menetapkan semua persyaratan itu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum UN dilaksanakan.

Kata-kata sebelum itu berarti seharusnya tidak ada UN jika syarat-syarat itu belum terlaksana. Isu UN ini bisa diinternasionalisasikan dengan mengadukan kasus UN kepada Pelapor Khusus PBB untuk Hak Atas Pendidikan (UN Special Rapporteur on the Right to Education), Vernor Munoz Villalobos. "LBH akan memfasilitasi dengan berkirim surat ke Vernor," kata Nurkholis.

Antara MA, UNAS dan Hak Anak

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung Nurhadi menegaskan, Mahkamah Agung tidak pernah melarang pelaksanaan ujian nasional di dalam putusan kasasinya. Mahkamah Agung hanya meminta pemerintah meninjau sistem pendidikan nasional.

Dalam kaitannya dengan ujian nasional (UN), Mahkamah Agung (MA) juga memerintahkan pemerintah untuk mengambil langkah konkret mengatasi gangguan psikologi dan mental peserta didik akibat UN tersebut.

Penegasan itu disampaikan Nurhadi, Selasa (1/12), dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta. Nurhadi menjelaskan isi putusan kasasi MA yang sempat menimbulkan perdebatan belakangan ini.

Nurhadi menyatakan bahwa MA sama sekali tak pernah mengeluarkan putusan yang isinya harus menghentikan pelaksanaan UN. Pasalnya, penghentian pelaksanaan UN tidak pernah diajukan oleh penggugat.

”Dalam gugatan, tidak ada yang minta ujian nasional dihentikan. Mereka minta koreksi atas kelalaian pemerintah yang disebutkan dalam petitum-nya,” ujar Nurhadi.

Majelis kasasi yang terdiri dari Abbas Said, Mansyur Kertayasa, dan Imam Haryadi menolak permohonan kasasi yang diajukan para tergugat (Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan Nasional, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan). Majelis kasasi tidak menemukan adanya kesalahan penerapan hukum dalam putusan judexfactie (putusan sebelumnya). Pengadilan tingkat banding juga menguatkan putusan tingkat pertama.

Pengadilan menyatakan, pemerintah telah lalai memenuhi kewajiban dan hak warga yang menjadi korban UN, khususnya hak atas pendidikan. Pengadilan memerintahkan tergugat untuk meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, serta akses informasi yang lengkap se-Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN.

Mengenai tolok ukur perbaikan, Nurhadi menjelaskan, pengadilan tidak menentukan perbaikan seperti apa yang harus dilakukan. ”Yang menentukan parameter bukan pengadilan, tetapi pemerintah,” ujarnya. Lagi pula, tambah Nurhadi, yang digugat adalah pelaksanaan UN pada tahun 2005 dan 2006.

Hentikan UN

Secara terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurkholis Hidayat mendesak UN untuk dihentikan karena pemerintah belum memperbaiki sarana-prasarana pendidikan, meningkatkan kualitas guru, dan membangun akses informasi ke daerah. Padahal putusan pengadilan menetapkan semua persyaratan itu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum UN dilaksanakan. ”Kata-kata ’sebelum’ itu berarti seharusnya tidak ada,” kata Nurkholis dalam diskusi ”Ujian Nasional (UN) dan Kelalaian Pemerintah dalam Memenuhi dan Melindungi Hak Asasi Manusia”, di LBH Jakarta.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Hadi Supeno juga mengusulkan agar fungsi evaluasi dikembalikan kepada sekolah karena evaluasi pendidikan adalah ranah akademik, bukan ranah birokrasi. ”Kalau mau meningkatkan mutu pendidikan, kuncinya di guru. Supaya sekolah dipercaya, pemerintah harus mendidik guru-guru menjadi berkualitas dan profesional,” kata Hadi dalam diskusi tersebut.

Hadi berharap pemerintah mematuhi putusan MA dengan meniadakan UN 2010 sampai ada konsolidasi menyeluruh dan menciptakan sistem evaluasi yang lebih baik. ”Jangan ada lagi pembangkangan oleh negara terhadap putusan pengadilan karena akan menjadi contoh negatif bagi generasi muda,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia Iwan Hermawan mengatakan bahwa UN untuk SMP dan SMA sebaiknya mengakomodasi format ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) di tingkat SD. ”Standar kelulusan ditentukan sendiri oleh sekolah dan daerah juga punya hak menentukan soal,” ujarnya. (ANA/ELN/LUK/JON)
disadur dari harian
kompas